Dua bulan setelah keputusanku meninggalkan jalan buntumu
dan mulai berjalan di jalan yang lebih baik. Boleh aku jujur sekarang? Aku sama
sekali tidak menyesal meninggalkan jalan buntu itu, meskipun beberapa langkah
kemarin aku sedikit rindu tapi bukan berarti aku ingin kembali. Karena jalan
hijau dan luas yang ku gambarkan sebelumnya, walaupun tidak persis seperti yang
kubayangkan namun sempat serupa ketika aku jalani bersamanya.
Dia
adalah seorang yang kutemui tepat sebelum aku yakin melalui jalan yang sekarang
aku tempuh, aku kira ia akan menemaniku sampai ke tujuanku, lagi-lagi aku salah
dan terkecoh. Dia hanya seekor serigala yang berbulu domba, tapi aku
mengenalnya dia sebagai seekor rubah yang cerdik. Dia yang aku kenal dengan
singkat ternyata hanya mampu berjuang diawal dan kemudian menyerah sebelum
sampai akhir.
Meskipun
sangat singkat, dia sangat berkesan. Dia memberikan bumi beserta isinya yang ia
sebut dunianya. Itu tidak masalah bagiku, aku tidak merasa terbebani ketika
kita berjalan sejalan. Tapi tiba-tiba ketika dia memilih untuk berpisah
ditengah jalan karena merasa kita tidak lagi dalam tujuan yang sama. Aku merasa
bersalah karena terlalu memaksanya ikut menuju cahaya bersamaku. Seharusnya aku
tidak meninggalkannya ditengah jalan begitu saja. Seharusnya aku membantunya
bangkit dan kemudian kita melanjutkan perjalanan sampai pada cahaya yang kita
yakini bersama. Tapi nyatanya aku terlalu mementingkan diriku sendiri, aku
memutuskan untuk tidak lagi membopongnya sampai ketujuan. Itu terlalu berat,
dia dan dunianya terlalu sukar untuk ku bopong. Lalu kemudian kita putuskan
untuk berjalan sendiri – sendiri hingga akhirnya saling terpisah.
Januari
2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar