Minggu, 08 Juli 2018

Jalan Menuju Cahaya


            Dua bulan setelah keputusanku meninggalkan jalan buntumu dan mulai berjalan di jalan yang lebih baik. Boleh aku jujur sekarang? Aku sama sekali tidak menyesal meninggalkan jalan buntu itu, meskipun beberapa langkah kemarin aku sedikit rindu tapi bukan berarti aku ingin kembali. Karena jalan hijau dan luas yang ku gambarkan sebelumnya, walaupun tidak persis seperti yang kubayangkan namun sempat serupa ketika aku jalani bersamanya.
Dia adalah seorang yang kutemui tepat sebelum aku yakin melalui jalan yang sekarang aku tempuh, aku kira ia akan menemaniku sampai ke tujuanku, lagi-lagi aku salah dan terkecoh. Dia hanya seekor serigala yang berbulu domba, tapi aku mengenalnya dia sebagai seekor rubah yang cerdik. Dia yang aku kenal dengan singkat ternyata hanya mampu berjuang diawal dan kemudian menyerah sebelum sampai akhir.
Meskipun sangat singkat, dia sangat berkesan. Dia memberikan bumi beserta isinya yang ia sebut dunianya. Itu tidak masalah bagiku, aku tidak merasa terbebani ketika kita berjalan sejalan. Tapi tiba-tiba ketika dia memilih untuk berpisah ditengah jalan karena merasa kita tidak lagi dalam tujuan yang sama. Aku merasa bersalah karena terlalu memaksanya ikut menuju cahaya bersamaku. Seharusnya aku tidak meninggalkannya ditengah jalan begitu saja. Seharusnya aku membantunya bangkit dan kemudian kita melanjutkan perjalanan sampai pada cahaya yang kita yakini bersama. Tapi nyatanya aku terlalu mementingkan diriku sendiri, aku memutuskan untuk tidak lagi membopongnya sampai ketujuan. Itu terlalu berat, dia dan dunianya terlalu sukar untuk ku bopong. Lalu kemudian kita putuskan untuk berjalan sendiri – sendiri hingga akhirnya saling terpisah.

Januari 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar