Senin, 20 Juni 2016

Bagaimana Jika Aku Merindu



Bagaimana Jika Aku Merindu?

Perasaan yang terus-menerus ku tutupi akhirnya menjelma menjadi sebuah rindu. Entah harus ku sikapi seperti apa rindu ini. Ingin bertemu, tetapi aku rasa itu tidak lagi legal. Ingin menyapa dalam bentuk pesan, tetapi aku rasa itu akan sangat memalukan, kenapa harus aku yang menyapa duluan. Ingin mendengar desus nafasmu, tetapi aku rasa tanganku tak lagi sanggup menggenggam gagang telepon, apalagi harus menekan nomor teleponmu yang ku hafal sampai diluar kepala. Lantas, aku harus bagaimana? Aku tidak mengerti seperti apa persisnya kerisauan hati ini. Hanya saja aku seolah mengambang di tegah lautan dan hamparan langit luas lah yang bisa menjelaskan seberapa besar rinduku ini. Bukan hanya itu, aku juga merasa terombang-ambing oleh ombak sang penguasa lautan tanpa arah dan tujuan. 

Jujur aku tidak pernah benar-benar siap untuk kau tinggalkan. Waktu itu, ketika kau meminta izin kepadaku untuk pergi, aku hanya berpura-pura rela, aku hanya berpura-pura tidak takut sendiri, dan aku hanya beranggapan kau tidak akan pergi selama dan sejauh ini. Lalu bagaimana? Kau benar-benar pergi dengan izinku, yang sebenarnya hanya sebuah pura-pura. Tapi aku ingat dulu kau berjanji untuk kembali, aku kira itu akan sesegera mungkin. Tapi ternyata tidak, mungkin kau lupa dengan janji itu, atau mungkin kau sudah terlanjur nyaman dengan gandengan barumu itu. Aku mohon jangan. Jangan pergi dengan cara seperti ini, jangan pergi terlalu jauh dengan janji seperti itu, jangan menjadi pelupa. 

Mata yang dulu pernah ku sorot tanpa henti, senyum yang selalu saja berhasil membuatku jatuh cinta, tawa yang waktu itu terus membuatku merasa teduh, gandengan tanganmu yang sampai sekarang masih terasa erat, dan segala rupa bentuk kasih sayangmu untukku dulu. Aku tidak pernah lupa. Aku tidak pernah berhenti merindukan itu. Sulit sekali menerima kenyataan bahwa sekarang kau milik wanita lain. Selain mengikhlaskanmu seharusnya aku juga berhenti merindukanmu.

 Sebelum kita sejauh telinga dan mulut, tidakkah kau ingat kita pernah selalu bendampingan seperti sepasang bola mata? Sebelum pada akhirnya kita berpisah, tidakkah kau ingat kita pernah bersatu untuk sampai pada satu tujuan? Tidak, mungkin hanya aku yang mengingat itu. Biar aku saja yang merindu, kamu jangan, ini berat, kamu tidak akan sanggup.

(17 Juni 2016)

Desember to Remember



Desember to Remember

Satu lagi kenangan yang tidak mungkin kulupa.
Sepanjang jalan itu,
Semua keindahan alam itu,
Kedalaman laut utara itu,
Desir ombak itu,
Pasir itu,
Merekalah saksi bisu kenangan manis ini.

Semoga kau juga akan mengingat semua hal kecil yang kita lewati 3 hari 2 malam kemarin. Kemarin kita berkendara di sepanjang jalan itu, kita melaju dengan kecepatan lebih dari 60 km/jam, kita bermacet-macetan di jalanan yang ramai, kita mendahului truk-truk dengan keberanian, kita berhenti dilampu merah sambil mendinginkan bokong yang kepanasan, kita melambaikan tangan untuk memberi kode ke rombongan lainnya, kita berhenti di pom bensin, dan banyak hal lain yang telah kita lakukan di sepanjang jalan itu. Kemarin kita menghabiskan banyak waktu di alam bebas, kita jauh dari rumah, kita jauh dari kota, kita berjam-jam memandangi gunung dan laut yang terbentang indah diantara kita, kita juga tiada henti bersyukur atas keagungan alam sekitar yang nyatanya memang benar-benar mengagumkan.

Tentang wedang jahe dan susu jahe yang kita sedu di Alun-Alun Sitobondo, tentang bus yang berpapasan dengan kita ketika hendak mendahului truk, tentang rintik hujan ditengah jalan yang tidak menghentikan laju kita, tentang bintang malam yang terus saja memandangi kita, tentang pop mie hangat yang mengisi kekosongan perut kita, tentang getaran kentutmu ketika kau menggendongku ditengah laut yang memecahkan tawa kita, tentang ombak yang tiada henti menyerbu benteng pasir kita,  dan tentang semua yang telah kita lewati bersama kali ini. Ini semua tidak akan mudah terhapuskan dari ingatanku.

 Terimakasih Situbondo, terimakasih Warriors, terimakasih Desember kalian sangat mengesankan.

(14-16 Desember 2015)

Y - L



Y-L

Jika saja aku bisa berteriak saat ini,
Pasti urat tenggorokanku sudah  putus karenanya.
Jika saja aku bisa tuangkan amarahku kali ini,
Pasti serpihan beling sudah tercerai berai karenanya.
Jika saja aku bisa menangis kali ini,
Pasti air mata sudah menggenang bak lautan karenanya.

            Melihat initial itu terpampang jelas di status BBM-mu membuatku tersayat seketika (baca: semakin kuat). Saat ini kamu tepat di depan mataku. “Cie pasang pm (personal message) Y.” Ketahuilah aku sedang berduka sambil mengucap kalimat itu. Dengan santainya kamu membisikkan “Itu biar dia gak marah”. Aaaaaargghh kamu benar-benar menjaga hatinya, apa kabar denganku? yang terus saja kuat dengan tenagaku sendiri tanpa bantuanmu sedikitpun! Terus saja seperti itu, lama-lama aku juga akan terbiasa mencintaimu tanpa balasan.

            Kemudian dia membalas pm-mu dengan menuliskan “L”, iya itu initial namamu. Sudah cukup! Kalian berdua semakin menguatkanku! Apa maksud kalian saling bertukar initial seperti itu? Kalian ingin lebih memperjelas ikatan kalian? Mulai menunjukkannya pada seisi dunia? Apa sengaja ingin membuatku semakin sadar bahwa aku telah terbuang? Aku tidak peduli! Aku memang tidak punya hak untuk peduli!

            Aku tau kamu sudah berubah. Aku tau aku sedang memprioristaskan seseorang yang bahkan menjadikanku pilihan terakhir untuk berbahagia. Bodohnya aku. Aku hanya sulit merelakanmu. Aku tidak sanggup memberitahu diriku bahwa aku telah kehabisan masaku untuk memilikimu. Aku sulit menerima kenyataan pahit itu. Kamu sudah lama berhenti, sedangkan aku menyayangimu seperti tidak akan berakhir.

            Aku ingin sekali berteriak sekuat-kuatnya, melampiaskan amarahku pada perasaanku sendiri yang tiada jeranya tersakiti. Jujur bendungan air mata ini hampir saja runtuh gara-gara melihat kekompakan kalian hari ini. Tapi itu semua tidak terjadi. Percayalah aku punya cara tersendiri untuk menuangkan semua lelah yang kurasakan ketika mencintai tanpa balas dan tanpa batas seperti ini. Aku simpan semua di dalam sebuah wadah yang memang sengaja aku bungkus secara rapi dan membuatnya seolah terlihat baik-baik saja.

(11 Desember 2015)